Nexismedia – Amerika Serikat memperkenalkan tarif impor tembaga sebesar 50%, namun industri smelter Indonesia tetap menunjukkan daya tangguh. Kebijakan ini justru membuka peluang untuk mempercepat hilirisasi dan memperluas ekspor ke pasar alternatif, membuka peluang strategis dalam penguatan industri nasional.
1. Industri tetap bertahan
Beberapa analis menyatakan bahwa tarif impor AS tidak memberikan tekanan signifikan terhadap smelter di Indonesia. Sebab, hilirisasi tambang telah menciptakan rantai nilai yang kuat dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri.
2. Diversifikasi pasar sebagai strategi kunci
3. penguatan SDM dan hilirisasi
Tarif impor AS bukan ancaman besar bagi smelter nasional, tetapi justru peluang untuk mempercepat transformasi struktural. Pemerintah dan pelaku industri kini mendapatkan momentum memperkuat hilirisasi, meningkatkan daya saing melalui diversifikasi pasar, dan membangun SDM berkualitas—sebagai fondasi menuju industri tambang modern dan tahan guncangan global.
Riset dari FEB UI menyoroti bahwa ketergantungan pada pasar tradisional seperti AS kini mulai berkurang. Indonesia berhasil memasuki pasar baru di Eropa dan Afrika, serta memperluas jenis komoditas ekspor—termasuk pasir silika dan komponen energi terbarukan seperti photovoltaic.
Meski demikian, tantangan utama masih terletak pada kualitas SDM. FEB UI mencatat butuh sekitar 16.000 tenaga ahli setiap tahun untuk mengelola industri hilir dan manufaktur. Pemerintah juga didorong untuk mempererat pelatihan vokasi berbasis kebutuhan industri.
Sumber: kompas.com |mediaindonesia.com
Posting Komentar